BPN Parimo Sebut Reforma Agraria Upaya Penyelesaian Masalah Pertanahan

Parigi – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, menyatakan reforma agraria penting dilakukan sebagai upaya penyelesaian masalah pertanahan di kabupaten tersebut.

“Pada intinya, reforma agraria merupakan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2018 untuk melakukan penataan ulang terhadap struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan,” kata Kepala BPN Parigi Moutong Basuki Rahrjo di sela-sela rapat koordinasi gugus tugas reformasi agraria, di Parigi, Rabu.

Ia menjelaskan meskipun belum ada terjadi konflik pertanahan di Parigi Moutong, namun pihaknya tetap melakukan upaya antisipasi, salah satunya melalui reforma agraria dengan tujuan mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah guna meningkatkan ketahanan serta kedaulatan pangan.

“Hal ini perlu dilakukan mengingat kabupaten ini memiliki sektor unggulan di bidang pertanian dan menjadi salah satu daerah penopang ketahanan pangan Sulteng,” ujarnya.

Ia memngatakan dalam amanat Perpres Nomor 86 tahun 2018 tentang reforma agraria diwajibkan bagi kantor pertanahan tingkat provinsi dan kabupaten/kota membentuk satu gugus tugas reforma dalam rangka meminimalisir konflik maupun sengketa pertanahan.

“Salah satu objek reforma agraria adalah pensertifikatan tanah melalui redistribusi tanah yang diberikan kepada masyarakat untuk kepentingan pertanian, dan tentunya masyarakat penerima harus memenuhi syarat,” ujar Basuki.

Oleh karena itu, kata dia, BPN tidak dapat bekerja tanpa ada dukungan para pihak dalam menyukseskan program reforma di kabupaten tersebut. Dukungan dimaksud, yakni keterlibatan pemerintah, aparat keamanan dan pemangku kepentingan di masing-masing wilayah sebagai bentuk kolaborasi.

“Kami berharap jangan ada konflik agraria terjadi di Parigi Moutong,” ucap Basuki.

Ia menambahkan, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melepas sejumlah kawasan hutan seluas 2.903 hektare lebih.

“Pelepasan kawasan hutan dimanfaatkan untuk tanah objek reforma agraria (Tora) di sejumlah kecamatan di kabupaten tersebut,” demikian Basuki. (Ant)a